Touching upon her spiritual sphere.
She smiles, she travels, she makes friends, she celebrates, she vlogs, she bikes, she has more than 28 million Instagram followers, she leads some businesses. Luna Maya terus melangkah bersama majunya waktu; something that maybe she herself didn’t even dare to think of back then – approximately a decade ago. Apakah ia sudah melupakan segala dan menghapus jejak siapa-siapa yang mengisi kecamuk lembaran perjalanan hidupnya di tahun 2010 silam? This interview never intents to dive into that depth. While it’s also meant to secure her own inner space as a very private matter, the fact that she always takes back the control of her life is what matters most in this conversation.
After all she had been through, she stands tall (and she is literally :D). Kini Anda bisa melihat Luna dipercaya membawakan rancangan-rancangan berbagai rumah mode internasional. Ketika wawancara ini berlangsung beberapa waktu lalu – sebelum Jakarta kembali memasuki masa PSBB – ia pun tengah berada di tengah kesibukan syuting campaign rumah mode papan atas Louis Vuitton di Hutan Kota by Plataran. Bagaimana seorang dengan nama yang berarti bulan ini kembali memancarkan sinarnya? About strength over the fear, here is what has been shared when Luna met The Editors Club.
Be Wise Before Judging
Saat hari-H syuting, Luna berjalan bersusah payah karena salah satu kakinya terkilir – di sela-sela proses, ia menyempatkan diri mengunjungi sebuah kilinik terapi. Dengan kendala yang ada, aktris berdarah campuran Austria ini memutuskan terus melangsungkan kegiatan pemotretan dan perekaman video. She maintained her energy and her decision shouted her understanding that the show must go on. Tampaknya pendekatan serupa juga ia terapkan dalam hidup. Apapun yang terjadi, jalannya tak berhenti. Akan tetapi, tak sungkan ia mengungkap kerapuhannya di masa-masa tersulit.
“Jangan pikir saya tak bisa depresi. I was in that stage also. Mengalami depresi, of course,” ucap Luna. Namun, menengok kepada apa yang telah dilaluinya, ia melihat bahwa seperti apa kondisi depresi yang dialami seseorang juga berkaitan dengan bagaimana cara penyikapannya. Bagi Luna, berbedanya cara tiap orang dalam menyikapi kondisi depresi bergantung pada banyak faktor. Salah satu aspek yang berkontribusi membentuk lemah atau kuatnya seseorang dalam menjalani kepelikan hidup menurutnya adalah peranan lingkungan. Bahkan ia meyakini bahwa lingkungan terawal yang punya pengaruh penting dalam membangun seseorang adalah kandungan dimana interkoneksi fisik yang terjadi selama 9 bulan antara janin dan ibu berpengaruh pada aspek mental. “Maybe when my mom had me, she was strong,” ujarnya seraya menyatakan bahwa itulah sebabnya bonding ibu-anak akan selalu kuat.
Jika Anda berselancar di internet, Anda akan menemukan bahwa kini di dunia sains, topik keterkaiatan antara kesehatan mental ibu dan anak semasa kandungan semakin luas didalami. Sebagai contoh, hasil riset King’s College London yang dirilis pada Oktober 2019 menemukan bahwa maternal stress sebelum dan semasa kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan otak janin yang bisa berdampak pada kehidupan anak di masa depan. Begitupun dengan sebuah riset yang terbit di jurnal JAMA Pediatrics pada September 2020 dan diberitakan oleh CNN yang menyatakan, “maternal perinatal depression and anxiety were associated with poorer social-emotional, cognitive, language, motor, and adaptive behavior development in offspring. Developmental outcomes extended beyond infancy, into childhood and adolescence.”
Memang menarik dan relevan menyaksikan bagaimana ilmu pengetahuan mengupas lapisan-lapisan fenomena mental health dan mental illness. Sebuah tayangan BBC berjudul “Do Genetics or Environment Most Affect Depression?” memaparkan penjelasan ahli yang mengibaratkan kesehatan dan problem mental layaknya sebuah toples berisi materi genetik. Tiap orang lahir sebagai toples dengan isi materi genetik depresi yang berbeda-beda, sebagian orang terlahir dengan lebih sedikit atau lebih banyak materi genetik depresi dibanding yang lainnya. Faktor-faktor lingkungan kemudian turut mengisi toples tersebut. Ketika toples penuh dan tak muat lagi, isinya pun tumpah.

Luna Maya along with Nagita Slavina and Paula Verhoeven for TEC x Louis Vuitton.
Dari sudut pandang Luna, penting untuk mau melihat keseluruhan elemen yang melatarbelakangi reaksi dan respon seseorang kala bergulat dengan masalah hidup maupun mengambil pilihan hidup. Poin yang ditegaskannya ialah perihal betapa mudahnya banyak orang melakukan judging terhadap cerita hidup orang lain. Isu ini memang punya signifikansi yang begitu personal dalam kehidupannya sehingga ia terlihat menaruh perhatian serius. “Karena pada dasarnya aku sering di-judge,” ungkap Luna. To elaborate her explanation in viewing the topic, she went to the extreme by referring to the case of a murderer. Film “Joker” (2019) adalah salah satu contoh yang ia rujuk. “He is evil, tapi kita bisa bersimpati kepada dia, bahwa oh ternyata hidupnya sangat tragis. Dan kita bisa memaklumi kenapa dia melakukan hal-hal itu,” ucapnya yang disambung dengan jawaban, “Of course tidak membenarkan”
Bersama dengan contoh yang disuguhkan, Luna berpendapat bahwa tidak bisa penilaian terhadap jalan hidup atau tindakan seseorang dibuat berdasar apa yang terlihat saat ini. Sebagaimana dinyatakannya, “Runtutannya itu banyak sekali”. Hal ini bukan cuma menjadi sesuatu yang ia ingin sampaikan kepada orang-orang agar tak terburu-buru memberi judgment pada hidup orang lain, tapi juga untuk pembelajarannya sendiri. “Dunia ini begitu kompleks karena manusia itu sendiri kompleks. I’m learning this so I can be more wise; not judgemental,” renungnya.
With God, I Shall Not Fear
In many YouTube or television programs, you might often find Luna exchanges laugh with other figures of entertainment. So it was such an opportunity to get up close with another side of her. For around 30 minutes of the interview, while having her make up set by the team, she exuded a mixture of beauty and reflective mind delivered through a softened tone and loose demeanor; answering each question from which you can see that she does deeply reflect her life journey. The next one is about fear.
“God, I will do my best to be a good person, to be a better person, and to always be grateful.”
“Jadi takut apa ya? Mungkin aku takut ditinggal orang ya,” jawab Luna di sebuah titik wawancara yang sulit untuk tidak direspon dengan sedikit surprise dan tawa kecil nan spontan lantaran teringat dengan kisah kasihnya – fortunately she responded it back with a chill approach and a light laugh too. Well, siapa yang tak mengkonsumsi romantika seorang Luna hingga yang kemarin berakhir dengan sang mantan menikahi figur showbiz lainnya? Akan tetapi, satu bagian dari jawaban tersebut yang patut dicermati ialah bahwa sepertinya ia sendiri punya keraguan tentang apa yang sesungguhnya menjadi ketakutannya.
Dengan melihat apa yang telah ia kenyam dari kehidupan, the greatest teacher, dapat dipahami bila kini sosok yang telah membintangi banyak iklan itu memiliki kekuatan yang mengatasi ketakutan. She had been through tribulation. Satu yang terbesar dan sensasional di publik nasional tentunya tentang peredaran sebuah video privat di tahun 2010 yang didalamnya melibatkan nama vokalis band sangat populer dan kala itu merupakan kekasihnya – Anda bisa googling sendiri jika ingin tahu (kembali) lebih detail soal ini. Menonton lagi arsip potongan-potongan pemberitaan sidang kasus tersebut yang bisa di temukan di YouTube, jelas terlihat bagaimana saat itu ia tampak amat devastated. Tangisnya pecah dalam raut wajah lemah. Privasinya terlucuti dan dikoyakkan. Bukan cuma kepelikan legal yang harus ia hadapi tapi juga stigma dari mereka yang seolah merasa paling suci dan maha benar untuk menghakimi – plus segudang efek untuk karirnya.
Berhasil melewati badai gelombang dalam samudera hidup, dan melanjutkan pelayaran dalam perenungan yang menghasilkan cara pandang hidup lebih luas tentu merupakan sebuah pencapaian bermakna. Pun demikian dengan kekuatannya yang terbentuk dari fondasi ujian dan pencobaan – alih-alih terperangkap dalam keterpurukan. Sehingga ketika pertanyaan mengenai fear diajukan, jawaban yang dikeluarkannya lebih berkesan umum dan tanpa terasa bayangan traumatic burden masa lalu. Beberapa ketakutan yang disebutnya ialah takut bila sesuatu terjadi pada keluarganya, juga ketakutan tidak bisa produktif karena ia mencintai pekerjaannya yang ia titi dengan proses tak instan. Ketika kini banyak pihak angkat topi atas cara Luna mengarungi hidup, pemeran Tarra dalam film “Filosofi Kopi 2: Ben & Jody” (2017) itu sendiri takjub dengan bagaimana ia dimampukan melewati masa-masa berat hingga tetap berdiri tegak sampai sejauh ini.
“I don’t know apa yang aku lakukan sampai I deserve all of this amazing grace,” ujarnya. Yang pasti, dari pengalaman hidup, ia tahu bahwa Tuhan adalah safety net untuknya. Dirinya bersaksi bahwa ketika datang kepada-Nya dengan keterbukaan dan keikhlasan, jalan pun dibukakan dengan cara yang tak disangka. Life lesson ini pula yang membentuk penghayatan ketuhanan Luna. Tuhan dalam penghayatannya bersifat merangkul yang dapat ia datangi tanpa diiringi kecemasan, yang oleh karena atribut tersebutlah ia bisa memuji dan memuja-Nya dengan penuh keikhlasan dan membuatnya bisa memahami bila ia melakukan kesalahan serta secara terbuka mengakui di hadapan-Nya. Di mata Luna, Tuhan bukan seperti orangtua yang otoriter, melainkan layaknya orangtua yang menyamankan. “I respect God dan aku tidak mau membuat Dia kecewa,” ucap Luna yang juga kemudian mengikrarkan, “God, I will do my best to be a good person, to be a better person, and to always be grateful.”
#LifeGoals
Produk kecantikan NAMA, clothing brand LunaHabit, dan kuliner Macama adalah beberapa bisnis yang kini dipegang Luna. Seperti yang ia kemukakan, di tengah pandemi ini, penjualan online dari unit-unit usahanya justru mengalami peningkatan. Menurut Luna, kondisi semacam ini menjadi momen dimana kegiatan ekonomi online menjadi pilihan tepat dan mendorong konsumen jadi lebih belajar lebih tentang belanja online. Meski demikian, timnya pun selalu berusaha tetap kreatif dalam menghadapi situasi seperti ini. Ia berharap agar bisnis yang dikelolanya bisa terus berkembang.
Asa serupa juga ia naikkan untuk karirnya di industri hiburan. Untuk dunia entertainment secara keseluruhan, dirinya berharap supaya segera ada solusi yang tepat untuk menghadapi situasi pandemi. Sebagai bagian dari industri tersebut, ia menyadari bahwa pandemi COVID-19 sangat berdampak pada para pelakunya. “Hopefully bisa nonton konser dan datang ke bioskop lagi. Itu harapan untuk industri hiburan,” jelas Luna. Tak hanya mengucap harapan, perempuan yang terjun ke wilayah akting pada tahun 1999 lewat judul “30 Hari Mencari Cinta” ini pun menyatakan syukur atas eksistensinya di wilayah showbiz yang telah mencapai usia 2 dekade. Katanya, “It’s amazing I’ve been in this industry for 20 years and the people still curious about me which is I’m humbled and I want to say thanks for it.”
“Yang membedakan tiap orang ialah bagaimana masing-masing menjalani hidup, bagaimana seseorang berproses dengan kehidupannya. It’s all about journey.”
Melalui pengamatan bahwa di ladang pekerjaannya, selalu muncul pendatang baru dan tak semua bisa bertahan secara jangka panjang, ia kini punya sudut pandang lain dalam melihat public curiosity terhadapnya. Jujur mengakui bahwa terkadang cara sebagian orang mengekspresikan keingitahuan mereka tidaklah mengenakkan, Luna beralih ke perspektif yang lebih positif yakni bahwa pada dasarnya hal tersebut mengindikasikan interest mereka, yang berarti bahwa ia masih diperhitungkan di kancah hiburan. Sepengamatannya, ketertarikan itu punya nilai tersendiri karena tak semua pelaku bidang entertainment mengalami hal serupa. Tak jarang ia melihat pemain yang sudah dilupakan meski baru muncul 1 atau 2 tahun, dan banyak juga yang berusaha sekuat tenaga agar diingat.
Sebagaimana ia tuturkan, perkembangan karir akan selalu ada dalam daftar life goals-nya setiap tahun. Namun tentunya di samping gol profesional, ia juga memiliki ekspektasi di ranah personal. Kembali menengok lika-liku hidup, satu pelajaran soal life goal yang ia dapat ialah mengenai pentingnya untuk bisa beradaptasi dengan segala yang terjadi. “Pada saat kenyataan tidak semulus goal kita, ya kita harus bisa accept dan harus bisa beradaptasi,” papar Luna yang juga mengatakan bahwa prioritas orang bisa berubah seiring perubahan waktu. Membawa topik life goals ini ke konteks yang lebih luas, Luna secara kritis melihat bahwa sayangnya masyarakat kerap memiliki patokan mengenai hidup ideal, padahal menurutnya tiap orang punya proyeksi impian hidup masing-masing dan lebih esensial ialah bagaimana seseorang menjalani ceritanya sendiri.
“Yang membedakan tiap orang ialah bagaimana masing-masing menjalani hidup, bagaimana seseorang berproses dengan kehidupannya. It’s all about journey.” Demikian filosofi hidup Luna. Tak menampik bahwa memiliki life partner merupakan salah satu yang ada dalam wish list, situasi pandemi coronavirus ini cukup mengalihkan perhatiannya. “We’re in this storm together. We need to go through of it, melewati ini bersama-sama. Jadi lebih reflect, lebih humble, lebih nabung, lebih giat lagi bekerja karena kita tidak pernah tahu keadaan akan seperti apa,” jelas Luna. Yang substansial untuk digarisbawahi ialah sekarang Luna sudah membuka diri untuk urusan life partner. “Setelah tahun lalu aku berpikir my life goal adalah untuk diri sendiri, untuk berbenah, untuk lebih mengenal diri sendiri, ternyata seiring berjalannya waktu, oh I think I’m ready,” tuturnya.
Dengan nada positif terhadap hidup, Luna Maya pun bersuara “I’ve been loving my self, I’ve been treating my self good, I’ve been helping my self, and working with my self, I think I’m ready to share my thoughts, my journey to someone else.”