Ketahui Perbedaan antara Sedih dan Depresi

Know the signs. 

 

Depresi adalah salah satu mental illness yang paling sering dialami. Namun, seseorang kadang tidak bisa membedakan apakah mereka merasakan kesedihan, atau depresi. Lalu, bagaimana kita dapat membedakan mereka? Hal ini menjadi hal yang semakin relevan di masa pandemi ini. Situasi yang penuh tekanan bisa mendorong baik kesedihan maupun depresi.

Seperti dilansir dari halaman Harper’s Bazaar UK, menurut Dr Mark Winwood, direktur dari Psychological Services untuk AXA PPP, depresi dikarakterisasi oleh perasaan sedih yang konstan, dan sangat berbeda  dengan merasa sedih untuk sementara saja. Ia menambahkan bahwa seseorang yang mengalami depresi sering memiliki perasaan bersalah yang besar, serta kepercayaan diri dan konsentrasi rendah; semua yang dapat memberikan dampak berat untuk aktivitas sehari-hari. Winwood juga memaparkan bahwa seseorang yang depresi kerap berpikir bahwa mereka hanya sendiri dalam pengalaman mereka, tetapi kenyataannya tidaklah seperti itu. 

Winwood kemudian menjelaskan apa saja tanda-tanda dari depresi yang dapat dibagi menjadi 3 kategori: pikiran dan perasaan, gejala fisik, serta perilaku. Tetapi, setiap orang dapat mengalami gejala-gejala yang berbeda. “If you feel like you’re experiencing four or more of these symptoms daily for more than two weeks, it is likely you are living with depressed mood and I would recommend you visit your GP to discuss the symptoms further,” tambah sang dokter. 

Tanda-tanda tersebut adalah:

  • Pikiran & Perasaan: kurang percaya diri, susah berkonsentrasi dan mudah lupa, berpikiran negatif, suicidal thoughts, kerap merasa bersalah, tidak berharga, dan tidak berdaya, merasa kosong, mudah merasa tegang atau terganggu, tidak semangat dalam hobi-hobi biasanya.
  • Gejala Fisik: kekurangan energi, nafsu makan yang kurang/berlebihan, sering merasakan sakit di tubuh, konstipasi, pola tidur yang terganggu, perubahan siklus menstrual pada perempuan.
  • Perilaku: susah berbicara dengan orang lain, sering menangis, menghindari aktivitas sosial, self-harm, makan/tidur yang kurang/berlebihan, peningkatan konsumsi alkohol, rokok, dan obat-obatan.