Cerita Cinta Laura Kiehl tentang Masa Lalu dan Cita-cita yang Baru

Being strong and being brave.

 

This is not the new Cinta. It’s the real Cinta,” ucap pemilik nama Cinta Laura Kiehl membuka sesi interview bersama The Editors Club selepas video shoot untuk campaign Bulgari di restoran Mare Nostrum, Jakarta, beberapa waktu lalu. Demikian Cinta Laura Kiehl memberi penjelasan tentang bagaimana kini ia tampil di hadapan publik melalui karya-karya musik yang dibawakannya. Jika Anda memutar video lagu “Vida” (2019), “Caliente” (2019) dan yang terbaru “Cloud9” (2020), Anda bisa melihat dan mendengar bahwa warna musik, narasi lirik, maupun konsep visual yang disampaikan bukan seperti pieces terdahulu, misalnya “Oh Baby” (2007).

Mengenai hal tersebut, perempuan berdarah campuran Jerman ini mengatakan, “I think it’s a very exciting time in my life, karena akhirnya pertama kali dalam karir aku, aku bisa menunjukkan siapa aku sebenarnya ke masyarakat Indonesia.” Dituturkannya bahwa semasa kecil, karirnya didikte oleh management dan label, sementara sekarang ia yang mengatur setiap tahapan produksi lagu, mulai dari penulisan lirik, aransemen musik, hingga elemen-elemen pada cover-nya. “So people are seeing the real me,” tambahnya. Meskipun demikian, sosok yang terjun ke industri entertainment sejak tahun 2007 ini menyatakan bahwa ia tak pernah menyesali perjalanan karirnya di masa lalu. Baginya, semua tantangan yang ia lalui lah yang membentuknya menjadi seperti sekarang ini.

Cerita Cinta dalam menjalani karirnya memang valuable dan patut diamati secara lebih dekat dan saksama. Melihat kembali ke awal karirnya dapat diketahui bahwa selain rekognisi terhadapnya langsung meroket, problem pun datang sedari awal; sebuah problem yang mampu membuatnya menitikkan tangis setelah belasan tahun berlalu (Anda bisa simak momen haru itu dalam sebuah campaign mengenai isu perempuan di program Narasi TV garapan Najwa Shihab). Her professional story is not just about a young girl starting a career as an actress and became popular nation-wide. It’s also a story about how a young individual, as young as 12 years old, had to face inconvenient phenomenon where people in the entire country made her accent as a joke material. Dalam wawancara ini, ia berbagi tentang stand point yang diambilnya dalam menyikapi kisah lalunya tersebut.

 

Her Fighting Spirit
Jelang beberapa hari sebelum World’s Mental Health Day yang jatuh tiap tanggal 10 Oktober – dimana bulan ini juga merupakan National Bullying Prevention Month di Amerika Serikat, Instagram meluncurkan 2 fitur anti-bullying terbaru. Seperti dikutip dari halaman resminya, salah satu fitur baru tersebut berfungsi menyembunyikan komentar-komentar yang mirip dengan komentar sebelumnya yang sudah dilaporkan. Sementara fitur baru lainnya akan memberi additional warning ketika seseorang berupaya untuk terus mengunggah komentar yang berpotensi offensive. Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari perwujudan komitmen Instagram yang resmi dimulai sejak tahun lalu dalam melawan online bullying.

“Kita harus menjadi orang yang kuat dan tidak melihat masa lalu kita, apapun obstacle-nya, sebagai sesuatu yang membuat kita lemah. Justru itu bisa membantu kita lebih kuat dan lebih maju lagi.”

 

Seiring dengan perkembangan zaman, isu-isu seperti bullying dan mental health semakin mendapat perhatian. Berkat meningkat dan meluasnya pembahasan soal topik-topik tersebut, semakin banyak masyarakat yang lebih sadar untuk mindful atau berhati-hati dalam berkomentar dan bersikap, meski sayangnya kasus-kasus area ini masih kerap terjadi. Kondisi ini tampaknya berbeda kala Cinta Laura Kiehl memulai karirnya sekitar 13 tahun silam. Menambah suram lapisan peristiwa dimana gaya bahasa Cinta menjadi bahan olok-olok saat itu ialah bahwa sebagian orang (mugkin banyak) yang melempar joke tersebut bahkan tak sadar bahwa yang diperbuat adalah sebuah tindak bullyingIgnorance bukan hal sepele, dan dampaknya bisa mendalam. Once Martin Luther King, Jr. said, “Nothing in all the world is more dangerous than sincere ignorance and conscientious stupidity.”

Tentu perlu dianalisis kenapa ignorance bisa terbentuk dan ini adalah tanggung jawab bersama berbagai pihak. Tak hanya itu, upaya-upaya untuk mencari solusi efektif dan efisien dalam mengatasi dan mencegah terjadinya aksi bullying, baik karena ignorance maupun sebab-sebab lainnya, harus terus digalakkan. Efek aksi tersebut bisa sangat berbahaya dan tak semua yang menjadi targetnya punya bekal mental kuat dan pemahaman yang cukup untuk mengambil tindakan-tindakan tepat dalam menghadapinya. Baru-baru ini, halaman BBC melaporkan bahwa musisi Taio Cruz memutuskan berhenti dari TikTok lantaran suicidal thought akibat respon hateful yang ditujukan kepadanya di video sharing platform tersebut. Pihak TikTok pun langsung melakukan investigasi terkait apa yang dialami Taio dan memberi support kepadanya.

Cinta dalam menghadapi hujanan perlakuan tak menyenangkan masa itu tampak memiliki fighting spirit yang kuat. It’s as if she’s born with it, like it’s in her DNA. Mengakui bahwa tekanan di awal karirnya itu memang terasa berat, ia tak kemudian jatuh tanpa pertahanan. “Semakin dewasa, aku belajar bahwa kita jangan pernah membiarkan bully membuat kita merasa kurang atau merasa tidak berharga. I don’t wanna give them that satisfaction,” ucapnya yang juga disertai penuturan bahwa ia merasa publik kala itu tidak adil dalam melihat dirinya, dimana ia yang masih berusia belasan tahun dilihat dari kacamata atau kriteria yang digunakan dalam menilai orang dewasa, seperti misalnya harus bersikap lebih sabar. Namun saat itupun Cinta punya keyakinan bahwa semua akan berubah pada waktunya. “Waktu itu aku bilang ke diri sendiri bahwa I’m sure, one day they’re gonna see the truth dan mereka akan sadar bahwa mereka saat itu menjadi orang-orang yang kurang baik,” tuturnya.

Cinta bersyukur bila kini ia hadir dengan kisahnya dan melihat mata orang-orang menjadi lebih terbuka. “It took me 13 years, tapi lihat saja sekarang, aku bersyukur mungkin Tuhan kasih aku platform Narasi untuk menceritakan story aku dan as you can see, sekarang orang-orang mulai sadar bahwa apa yang mereka lakukan dulu adalah bullying. Sekarang orang sadar bahwa selain mereka melakukan bullying, mereka melakukan itu ke anak umur 13 tahun,” ujar Cinta. Lebih penting lagi, ia tak mau membiarkan apa yang telah terjadi padanya membuatnya jadi memiliki victim mentality. Sosok yang pernah berduet dengan Guy Sebastian dalam lagu “Who’s That Girl”(2011) tersebut mengatakan, “Aku percaya bahwa victim mentality bukan sesuatu yang perlu kita punya, malah kita harus menjadi orang yang kuat dan tidak melihat masa lalu kita, apapun obstacle-nya, sebagai sesuatu yang membuat kita lemah. Justru itu bisa membantu kita lebih kuat dan lebih maju lagi.”

 

Succeed with Indonesia
Sekitar pertengahan tahun lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendapuk Cinta Laura Kiehl sebagai Duta Anti-kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Women’s right, women’s empowerment, dan gender equality memang merupakan beberapa perhatiannya. Menyentuh isu perempuan di tanah air, aktris yang bersama keluarganya juga mewujudkan kepedulian sosial melalui yayasan Soekarseno Peduli dengan fokus di bidang pendidikan ini melihat masih banyak hal yang harus dikerjakan. “Sayangnya aku rasa kalau masalah kesetaraan gender di Indonesia masih banyak upaya yang kita harus lakukan supaya lebih baik lagi. Orang-orang yang passionate soal hak perempuan juga harus kerjasama supaya bisa mengubah paradigma di negara ini,” jelasnya.

Paradigma yang dimaksud Cinta ialah terkait dengan bagaimana stigma yang dilekatkan pada korban kekerasan perempuan yang membuat korban enggan melapor, juga tentang victim blaming. Ia menekankan pentingnya pendidikan kesetaraan gender sejak dini. Katanya, “Kalau dari kecil anak-anak tidak diajarkan hal-hal itu, they’re not gonna really understand it and they’re not gonna believe that it is a real issue.” Mengenai perjuangan dalam mengatasi topik-topik ketimpangan gender, Cinta berharap agar siapapun yang punya concern sama terhadap hal tersebut untuk saling bekerjasama. “The more people speak up, the more the message is heard,” tegasnya.

“Aku punya mimpi baru. I wanna be successful internationally but I want Indonesia to succeed with me.

 

Bicara soal perempuan, dari sudut pandang pribadi seorang Cinta Laura Kiehl, perempuan yang keren adalah mereka yang berani menyampaikan pendapat. “In my opinion, perempuan yang keren itu adalah perempuan yang tidak takut mengekspresikan opininya, perempuan yang tahu bahwa dia punya pilihan dalam hidup. Perempuan yang berani memimpin dan perempuan yang determined dan termotivasi untuk membuat kondisi kaum perempuan lebih sejahtera lagi. So basicly a strong woman who’s not scared to speak up,” terang anak tunggal dari pasangan Michael Kiehl dan Herdiana Soekarseno ini. Lalu seperti apa Cinta akan membawa perannya sebagai Duta Anti-kekerasan terhadap Perempuan dan Anak? Her actions will be the answer.

Yang pasti apa yang ia kenyam dalam perjalanan hidup bisa berkontribusi positif pada role tersebut, baik itu first-hand experience atas satu jenis tindak kekerasan sebagaimana terjadi di awal karirnya, maupun juga pemahaman teoretis akan seluk-beluk kejiwaan manusia yang didapatnya dari studi psikologi di Columbia University. Bidang ilmu psikologi ini dituturkan Cinta juga punya andil dalam pekerjaannya di dunia akting. “Aku merasa psychology sangat berguna untuk akting karena it helps you understand human behavior. So aku rasa biarpun aku tidak langsung belajar di sekolah teater, psychology benar-benar membantu aku dalam karir,” ucapnya. Sebagaimana diakui oleh Cinta, akting adalah passion yang ia miliki sejak kecil.

Telah membintangi sejumlah film produksi Amerika seperti “After The Dark” (2013) dan “The Ninth Passenger” (2018), serta tayangan Lifetime “The Nanny is Watching” (2018), Cinta kini kembali ke Indonesia dengan sebuah kerangka pikir baru akan cita-citanya. Melihat perkembangan dunia global yang semakin terkoneksi teknologi digital, ia mengamati bahwa untuk sukses secara internasional seseorang tak harus berada di Hollywood atau lokasi serupa. “Untungnya karena banyak sekali streaming platform zaman sekarang, mau itu untuk film atau musik, banyak negara mulai bisa menunjukkan talent mereka tanpa harus ke mana-mana,” ujarnya. Perspektif baru ini pun diiringi dengan sebuah visi baru dimana ia memproyeksi industri entertainment Indonesia untuk turut juga tampil di panggung internasional.

Cinta mengatakan, “Dan aku punya mimpi baru. I wanna be successful internationally but I want Indonesia to succeed with me. Caranya untuk melakukan itu adalah kerjasama dengan orang-orang kreatif di negara ini untuk bikin TV series atau film Indonesia berstandar internasional yang bisa selain diapresiasi di festival-festival film di luar negri, juga hopefully bisa jadi Netflix hit misalnya.” Memperjelas apa yang disampaikannya, ia memberi contoh “La Casa de Papel” atau “Money Heist” produksi Spanyol yang kemudian sukses di Netflix hingga menyabet kategori Best Drama Series di International Emmy Awards 2018. “So if that’s possible there is no reason why Indonesian movies or TV shows can’t do the same,” ucap Cinta Laura Kiehl optimis.